Fatihmedianusantara Watampone, – Kasus sanksi administratif terhadap Sekretaris Desa (Sekdes) Naguleng, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Bone, memunculkan dugaan pelanggaran berlapis dalam tata kelola pemerintahan desa dan aturan disiplin ASN. Rabu, 17/09/2025.
Sekdes Naguleng, Nurlaela binti Abdul Rasak, sebelumnya telah diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Watampone Nomor 84/Pid.B/2024/PN Wtp dengan vonis 4 bulan penjara masa percobaan 6 bulan atas tindak pidana pemalsuan surat. Putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Makassar dan Mahkamah Agung RI, sehingga berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Namun ironisnya, alih-alih dijatuhi sanksi disiplin berat sesuai PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, Nurlaela hanya mendapat teguran tertulis berdasarkan SK Kepala Desa Naguleng Nomor 15 Tahun 2025 tertanggal 27 Agustus 2025. Lebih jauh lagi, SK tersebut ditandatangani langsung oleh Kepala Desa Naguleng yang tak lain adalah suaminya sendiri.
Keputusan ini menuai kritik keras karena dinilai sarat pelanggaran hukum dan tata kelola pemerintahan. Beberapa dugaan pelanggaran yang disorot antara lain:
UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN – Kepala Desa bukan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sehingga tidak berwenang menjatuhkan sanksi disiplin ASN.
PP No. 94 Tahun 2021 – ASN yang divonis pidana dengan putusan inkrah seharusnya dikenakan sanksi disiplin berat, bukan teguran tertulis.
UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 17 ayat (2) – Melarang pejabat mengambil keputusan jika terdapat benturan kepentingan, termasuk hubungan keluarga.
Permendagri No. 83 Tahun 2015 – Mengatur mekanisme pembinaan perangkat desa yang harus bebas dari intervensi pribadi.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa – Menekankan akuntabilitas, transparansi, dan netralitas dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Asri, seorang penggiat antikorupsi yang sejak awal mengawal kasus pemalsuan cap jempol sertifikat prona di Desa Naguleng, menilai baik Kepala Desa maupun Camat Cenrana telah bertindak di luar kewenangannya.
“Kepala Desa tidak berhak memberi sanksi kepada ASN, apalagi istrinya sendiri. Rekomendasi Camat juga keliru, karena ranah itu ada di Bupati sebagai PPK. Ini jelas pelanggaran berlapis,” Tegas Asri.
Ia menambahkan, kasus ini menjadi cermin lemahnya penegakan aturan ASN serta praktik nepotisme terselubung di pemerintahan desa.
“Kami mendesak Inspektorat, BKPSDM Bone, hingga Ombudsman RI Perwakilan Sulsel turun tangan mengusut dugaan pelanggaran ini sekaligus melakukan evaluasi menyeluruh agar kasus serupa tidak terulang,” Pungkas Asri.
Sorotan publik kini mengarah kepada Inspektorat dan BKPSDM Kabupaten Bone yang ditantang untuk segera mengambil langkah tegas membenahi tata kelola desa agar bersih dari praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
Sementara itu, Camat Cenrana yang coba dikonfirmasi awak media, hanya menyampaikan bahwa dirinya tengah sakit dan belum dapat memberikan klarifikasi. (*411U).
Laporan : (*2357U).
Sumber : (*4521).