Fatihmedianusantara.com Makassar, – Direktur Perusahaan Daerah (PD) Parkir Makassar Raya, H. Saharuddin, SE, membantah tudingan memiliki tunggakan kredit telepon genggam di perusahaan pembiayaan nasional Credit Plus. Ia menegaskan tidak pernah melakukan transaksi kredit seperti yang dituduhkan dan menyebut dirinya menjadi korban penyalahgunaan identitas.
Kasus ini bermula pada tahun 2021 hingga 2022, ketika Saharuddin sering menerima panggilan dari pihak yang mengaku sebagai petugas penagihan Credit Plus. Dalam panggilan itu, ia disebut memiliki tunggakan pembelian telepon genggam merek Samsung yang dikredit pada tahun 2017.
“Awalnya saya kira itu penipuan biasa, jadi saya blokir saja nomornya. Tapi lama-lama mereka mengancam dan nadanya kasar. Maka saya mulai curiga,” ujar Saharuddin saat ditemui di salah satu warkop di Makassar, Jumat, 17/10/2025.
Merasa dirugikan, ia kemudian meminta klarifikasi resmi ke Credit Plus. Hasilnya mengejutkan — dalam dokumen perusahaan tercantum nama dan NIK miliknya, namun dengan tanda tangan dan nama ibu kandung yang tidak sesuai.
“Tanda tangan yang dipakai bukan tanda tangan saya, bahkan nama ibu kandungnya pun salah,” Tegasnya.
Saharuddin mengaku telah mengajukan permintaan resmi pada tahun 2022 agar Credit Plus memberikan salinan dokumen kredit tersebut. Namun, permintaan itu ditolak dengan alasan kerahasiaan perusahaan.
“Saya minta data itu karena saya korban, tapi mereka menolak. Ini kan aneh,” Ujarnya.
Tidak berhenti di situ, Saharuddin juga telah melapor ke kepolisian dan memiliki laporan polisi (LP) sebagai bukti bahwa ia menempuh jalur hukum.
Ia menyoroti pula tindakan pihak debt collector yang diduga ditunjuk oleh Credit Plus, karena telah menyebarkan tuduhan utang di media sosial dan merusak nama baiknya.
“Mereka memposting seolah-olah saya punya utang. Ini fitnah. Kalau memang saya berutang, silakan klarifikasi secara baik-baik, jangan lewat media sosial,” Tegasnya.
Dari penelusuran pribadi, Saharuddin juga menemukan adanya pembayaran cicilan yang dilakukan oleh pihak tak dikenal. Ia menegaskan tidak pernah melakukan transaksi atau pembayaran apa pun terkait kredit tersebut.
Lebih jauh, Credit Plus disebut menunjuk pihak eksternal, PT Dong Yan, untuk melakukan penagihan. Namun Saharuddin menolak berkomunikasi dengan mereka karena dianggap tidak memiliki dasar hukum.
“Setiap kali saya hubungi, mereka malah minta saya bayar. Padahal jelas-jelas saya korban pencatutan identitas,” Katanya.
Saharuddin berharap kasus ini dapat diproses secara hukum dan menjadi peringatan bagi masyarakat akan bahaya penyalahgunaan data pribadi yang semakin marak di era digital.
“Ini bukan hanya soal nama saya, tapi soal perlindungan data pribadi. Semoga ini jadi pelajaran bagi semua pihak agar lebih hati-hati,” Tutupnya. (“411U).